Tak Tahu Mau ke Mana dan Ingin Kembali

Bus berhenti ketika Pelukis Langit di playlist di handphone saya belum habis diputar. Seketika bapak kondektur mengingatkan kami, siapa saja yang akan turun. Seorang mas-mas di depan saya terburu-buru turun ketika ternyata dia nggak berhasil menjejalkan uang kertas di saku belakang jeansnya.

“Jangan jalan ke mana-mana dulu, pokoknya tunggu di situ aja”.

Begitu pesan WhatsApp teman saya ketika saya bilang sudah sampai di tempat tujuan. Saat itu pula sopir taksi dan ojek bergantian menawarkan diri. Saat itu pula saya tak hiraukan semuanya. Saya berjalan terus ke utara, ya walaupun dengan sedikit rasa takut. Hehehe.

Kami bertemu di depan Hotel Srondol Indah, lalu saya nggak tau mau ke mana. Hahaha. Saya hanya memperhatikan kanan kiri dan para pesepeda motor yang berkecepatan tinggi sambil mbatin, panas sekali.

Sampai akhirnya roda menuju ke arah jalan berpaving dan bangunan-bangunan kuno menyambut. Belok dan belok lagi sampai gang agak kecil. Saya sampai di depan Semarang Contemporary Art Gallery! Belum terlalu terkejut sih padahal. Hehehe.

20170423_111925
Yeay sampai sini

Saya, eh kami rasa saya sayapun masuk. Rasa saya, karena guide-nya malah sering saya tinggal muter-muter sendiri. Nah jadi saya atau kami nih. Hahaha maaf. Sampai mana tadi?

20170423_110310

Ah ya, sampai meja tiket masuk Semarang Contemporary Art Gallery. Dengan membayar sepuluh ribu rupiah per orang, kami bisa masuk untuk menikmati apa saja yang disajikan di dalamnya.

Saya sempet bingung mencari-cari judul pameran atau sedikit sambutan kurator di dinding-dinding putihnya. Seperti yang sering saya lakukan ketika mengunjungi pameran di Jogja. Sering? Heh nggak juga. Hehehe.

20170423_104024

Tetapi rupanya, ruang yang lebih sering disebut Semarang Gallery ini bersikap lain. Para pengunjung sengaja diajak berinteraksi langsung dengan karya, memperhatikan, lalu mengapresiasi secara bebas. Saya juga nggak paham-paham banget sih soal karya seni. Tetapi entah, saya suka sekali ke galeri-galeri kecil atau ke Taman Budaya Yogyakarta jika ada pameran seni. Ya sebatas melihat-lihat karena bagi saya, itu bisa menyegarkan otak kembali setelah sepekan bekerja. Halah.

20170423_104235
Sini tak fotoin~

***

Begitu juga di Semarang Gallery. Beberapa coretan dan percikan tinta di atas kanvas tertata rapi di dinding lantai bawah. Saya nggak bisa menjelaskan detail, pokoknya seperti itu. Tetapi, namanya karya, ya selalu menarik perhatian. Hehehe.

20170423_105118

Lalu saya naik ke lantai dua sambil sesekali mengambil gambar pakai handphone yang sudah lama menemani ini. Di ujung tangga kami sempat berdebat soal ini cabai sungguhan atau cabai-cabaian. Cabai replika maksudnya. Ternyata cabai replika. Hehehe.

“Oh ini pasti menceritakan harga cabai mahal.”

“Dih sok tau, nggak gitu juga.”

Saya juga sempat berdebat dengan diri sendiri seperti itu. Hahaha. Lalu sayapun hanyut dalam lukisan-lukisan apik yang katanya akan dipajang di Semarang Gallery sebulan ke depan.

Ketika itu pengunjung mulai berdatangan. Sayapun segera turun. Menuju ke ruang yang bersebelahan dengan lantai bawah. Di sinilah ikonnya Semarang Gallery. Sebuah patung miring karya Budi Kustanto, berjudul “Miring Lantai Kanan Tinggi”.

20170423_105616

Ah ya, di sini saya menemui jejak Oei Tiong Ham! Ada sebuah prasasti yang menceritakan sejarah galeri seni yang cukup terkenal ini. Jadi, tahun 1937 perusahaan De Indische Lloyd milik Oei Tiong Ham Concern pernah menempati gedung ini. Berpindah-pindah tuan, sampai akhirnya Chris Darmawan melakukan konservasi tahun 2007 silam, hingga menjadi Semarang Contemporary Art Gallery.

Hm, begini rasanya berada di dalam gedung yang pernah turut serta dalam kisah kejayaan Oei Tiong Ham yang konon sebagai Raja Gula dari Semarang.

Lalu saya bertanya ke teman saya, mana lagi jejak-jejaknya. Tidak banyak bicara, kami meninggalkan Semarang Gallery lalu menuju ke Monod Huis.

“Tapi gedung ini cuma dibuka pas ada acara aja.”

“Baiklah, suatu saat saya akan kembali.”


27 respons untuk ‘Tak Tahu Mau ke Mana dan Ingin Kembali

    1. Heheh iyaa di Semarang. Saya juga suka interiornya, apalagi yang lantai atas bagian luar. Cahaya di sana hanya sebelah. Jadi terkesan apik.

      Suka

  1. Ah semacam galery yang deket, yang di Jogja pun jarang-jarang kuapeli, ini sudah sampai Semarang Contemporary Art Gallery sadjaa… Wkwk

    Kalau sudah masuk ruang-ruang sarat seni, meskipun kenyataannya tidak tau arti tersurat dan tersiratnya ya kadang diartikan semengertikannya saja :p
    Seruu sih kaya menginspirasi bahwa kreatifitas ituu tak terbatas, mahalll tak ternilai.

    Suka

    1. Rini juga jarang Mbak. Wkwkw ratusan galeri kecil di Jogja, karena memang surganya, baru beberapa yang pernah masuk. Ini cuma kebetulan aja mampir Mbak hehehe.
      Iya kita yang mengira ngira wkwk.
      Yes Mbak, ku juga gitu kalau melihat lihat, nggak selalu paham tapi menginspirasi. Setidaknya merefresh otak. Hehehe 😂😂

      Suka

  2. Ah Mbak Rini, kita mencritakan hal yang sama. Saya sekarang posisinya lagi nge-draft Semarang Art Gallery ini 😀
    cerita kita sama, apa yg kita lihat juga sama. mbak tgl berapa ke sana? sayang belum kenal dan sempat jumpa ya.

    Soal Oei Tiong Ham, saya sempet ikut walking tour memengelilingi rumahnya si Radja Goela itu, sayang belum sempet ditungangkan dalam tulisan juga nih 🙂

    Suka

    1. Waah iyakah? Saya tunggu cerita di Semarang Gallerynya 😍😍

      Hehe saya tanggal 23 april. Seminggu sebelum SNC ya?

      Semoga lain waktu bisa berjumpa deh🙏

      Ditunggu juga tour Radja Goelanya Mbak. Sayangnya saya malah belum sempet itu ikut Radja Goela. Sering kepoin akunnya wkwkw.

      Kapan lagi yuk ke sanaaa

      Disukai oleh 1 orang

      1. Iya, ini lagi lanjut biar bisa publish malam ini 😀

        Iya betul Mbak, saya di tgl 06 Mei-nya pas ke Gallery.

        Amin, semoga ya Mbak Rini 🙂

        Kabar2i kalau mau jalan ke sana, kalau waktunya bertepatan dan kita ada kesempatan pasti mau banget jumpa 🙂

        Suka

  3. Perasaan mbak Rini sering ke Semarang ya…jd pengen kesana satu dua hari smbil keliling tempat” bersejarah termasuk museum Semarang art galeri…kayake perlu pemandu yg bnr” paham daerah sana biar waktu liburan lebih super efektif hehehe

    Suka

    1. Enggak kok mas, baru dua kali ke Semarang. Hehehe. Betul, nggak cukup sehari dan butuh pemandu. Eh ada juga lho walking tour di Semarang. Sudah pernah denger? Ya barangkali bisa buat referensi kalau ke sana hehe. Saya sendiri pengen tapi belum pas waktunya.

      Suka

  4. Aku ga paham seni. Kalau masuk ke museum seni gini palingan cuma ngangguk-ngangguk pura-pura paham. Eh tapi kalau pameran foto masih suka sih. Itu foto yang pasangan lagi duduk jadi keren banget ngeliatnya.

    Suka

Tinggalkan Balasan ke mysukmana Batalkan balasan