Jejak Pagi di Kota Lama Semarang

Pagi yang berbeda menyapa di ruas Jalan Ronggowarsito kala itu. Jika biasanya bersepeda di rumah, saya menjumpai sekitar masih sepi, hanya embun-embun diujung tanaman padi atau hamparan sawah sejauh mata memandang. Di Jalan Ronggowarsito, hiruk pikuk truk-truk besar dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Mas tak bisa dihindari.

Ya wajar saja, Semarang adalah kota besar. Lebih lagi Jalan Ronggowarsito juga merupakan akses pelabuhan. Kanan kiri jalan berdiri warteg dan warung-warung kelontong, truk-truk parkir di setiap sisi, entah di mana tuannya.

Jika memandang jauh ke kiri, saya menemui rawa-rawa. Eceng gondok tumbuh subur di sana. Juga sisa-sisa bangunan yang terkena rob. Saya melewati depan Gang Spoorland yang tak juga sepi. Di sana pula konon adalah tempat pertama kalinya Stasiun Samarang berdiri. Stasiun pertama di Indonesia yang kini masih menyisakan beberapa bagian saksi bisu perjalanan perkereta-apian. Sedangkan di sisi kanan, kolaborasi rawa, kereta, fasad Stasiun Semarang Tawang dan Gunung Ungaran bisa jadi suatu view luar biasa jika melewati Jalan Ronggowarsito menuju Kota Lama Semarang.

IMG_20170425_055422_121
View dari Jalan Ronggowarsito

Saya dan teman saya, terus saja mengayuh sepeda menuju Polder Tawang. Sebuah kolam yang sengaja dibangun untuk melindungi kawasan Kota Lama dari rob. Karena memang tidak ada niat khusus, di sini hanya sebentar. Gerimis kecil sempat terlihat merusak refleksi bangunan Stasiun Semarang Tawang ketika sebuah lagu Gambang Semarang sampai ke ruang dengar manusia. Akhirnya, saya kesampaian mendengarkan secara langsung Gambang Semarang sebagai pertanda kereta akan segera tiba. Hehehe.

Saya kembali mengayuh sepeda, meninggalkan Polder Tawang. Dari sudut polder, secuil Eropa sudah siap menyapa hangat. Yang saya ingat, waktu itu sempat berhenti sebentar di depan bangunan besar bertuliskan “Pabrik Rokok Praoe Lajar” berwarna merah. Masih sepi. Hanya beberapa anak yang bermain sepak bola di dalam gang berpaving block. Yang nanti selanjutnya saya baru tahu kalau setiap sudut Kota Lama Semarang berpaving block. Bahkan Jalan Letjend Soeprapto yang merupakan jalan utama kota sekalipun.

20170424_065042
Pabrik rokok praoe lajar

Pabrik rokok ini memproduksi rokok dengan merek “praoe lajar” juga. Dengan pasaran kelas menengah ke bawah, seperti para nelayan di pesisir utara jawa, sekitar Pekalongan, Tegal, Pemalang. Gedungnya sendiri, konon adalah kantor perusahaan energi swasta di Hindia Belanda Maintz & Co sebelum dinasionalisasikan.

IMG_20170529_123303_076
Si kucing sedang jogging

Dari depan pabrik, saya diajak keliling gang-gang kecil dengan bangunan-bangunan tinggi yang nggak bisa saya jumpai di desa. Sesekali saya berhenti di Jalan Kedasih, menikmati suasana pagi sekitar tembok-tembok tebal yang lembab sambil melepas lelah. Hingga pandangan terjauh dibatasi tembok, saya kembali mengayuh sepeda agar melihat sudut-sudut yang lain.

Saya melewati Jalan Letjend Soeprapto yang mulai ramai oleh kendaraan berkecepatan lumayan tinggi. Melewati kawasan yang paling ramai oleh pengunjung Kota Lama. Spiegel, Semarang Contemporary Art Gallery, Taman Srigunting dan Gereja Blenduk, merupakan bangunan di kawasan Kota Lama yang masih terawat dengan baik sampai saat ini.

IMG_20170529_123710_636
Teman saya mau saya traktir di sini, tapi tutup 😀
IMG_20170529_123622_301
Taman Srigunting

IMG_20170427_202022_707

Tetapi pagi itu saya berbelok ke arah kiri. Menjauh dari hiruk pikuk kendaraan di Jalan Letjend Soeprapto. Gedung yang berbenah dan mulai terawat kontras berdampingan dengan gedung tinggi yang mulai rapuh, tak terawat. Satu dua orang yang sudah lumayan sepuh duduk di emperan bangunan. Kami juga istirahat sebentar di sebelahnya, tepatnya salah satu titik di Jalan Kepodang. Nah dari lorong-lorong menuju Jalan Kepodang inilah saya bisa melihat Gereja Blenduk dari sudut lain.

IMG_20170529_123502_420
Lewat depan Gereja Blenduk

Di depan saya, sebuah bangunan terlihat baru direnovasi. Menurut cerita teman saya sih, gedung yang identik dengan pintu coklat dan berlantai dua ini akan digunakan sebagai galeri. Konon gedung ini masih ada sangkut pautnya dengan Oei Tiong Ham Concern. Jadi, kongsi dagang yang dirintis oleh Oei Tjie Sien, dulunya menempati gedung ini. Oei Tiong Ham sendiri dikenal sebagai orang terkaya sekitar awal abad 20 yang mendapat julukan si Raja Gula dari Semarang.

“Jejak Oei Tiong Ham sendiri ada beberapa di Kota Lama ini, Gedung Semarang Contemporary Art Gallery yang tadi kita lewat, lalu nanti juga nyepeda lagi ke jalan depan Monod Huis, ke arah sana,” jelasnya.

Saya cuma mengangguk. Karena sejujurnya saya bingung arah. Hehehe. Tetapi untuk mengingat nama jalan saja, saya lumayan hafal. Lalu kami lanjut aja bersepeda ke tempat yang dimaksud. Monod Huis. Rupanya, Monod Huis juga terawat. Berbeda dengan gedung sebelahnya yang termakan waktu. Di Monod Huis ini sering diadakan event seni atau musik.

20170424_074936

Pengunjung Kota Lama mulai berdatangan seiring matahari mulai terik. Sayapun bersepeda lagi. Sampai bertemu dengan beberapa bocah yang juga bersepeda. Berinteraksi sebentar sebelum mereka kabur karena takut diculik. Hehehe. Suatu hal yang menyenangkan, ketika sedang bepergian lalu melihat anak-anak kecil bermain ceria.

IMG_20170424_175644_976
Balapan 😀

Kami sampai di Jalan Merak lagi ketika hari beranjak siang, akhirnya kami memutuskan untuk mencari sarapan. Setelah berdiskusi sebentar tentang kuliner di kawasan ini, terpilihlah sebuah warung soto pojok Stasiun Semarang Tawang. Tidak ada yang istimewa di warung soto ini. Rasa sotonya juga seperti soto kebanyakan.

20170424_064528
Polder Tawang dan Stasiun Semarang Tawang

Tetapi bagi saya, cukup menjadi suatu hal yang menarik. Sarapan di sebuah warung yang ramai oleh penumpang kereta dengan berbagai logat. Gambang Semarang, terdengar seiring tersajinya semangkuk soto dan sate ati ampela ditambah segelas es jeruk mengisyaratkan bahwa Semarang bukan hanya sebatas kota pelabuhan yang panas atau tempat singgah untuk menuju kota lain. Jejak-jejak multikultur masa lalu, menyisakan keberagaman yang nyatanya masih terjaga di kota ini. Menikmati sendok demi sendok kuah soto sambil mengamati bagaimana kota ini menyambut, begitulah Semarang mengajarkan mensyukuri hidup.


36 respons untuk ‘Jejak Pagi di Kota Lama Semarang

  1. Aku belum kelakon rin… pingin menikmati kerlap kerlip lampu malamnya juga. Lengkap banget dari bisa sepedaan sampai kulineran ((soto)) wkwk. Nggak sekalian diguide in mas ruangsore sekalian gituh :p

    Temennya sama siapa ituu nggak diinframe sih :p

    Suka

  2. Masih ngedraft tulisan tentang kota lama semarang yang sedang berjuang untuk menjadi warisan dunia 2020. Semoga bisa tayang akhir bulan depan….wkwkw

    Saya kalau ke kota lama seringnya malam, ngindarin panas yang jelas…hahaha

    Suka

    1. Wah mas genpi jateng mampir sini duh 😀
      Aminn semoga segera tayang. Ah ini tapi cuma sebatas pengalaman aja mas.
      Saya juga diceritain kemarin kalau Kota Lama sedang berjuang untuk menjadi warisan dunia 2020. Semoga segera terwujud ya.
      Saya terbatas waktu sih kemarin heheh. Tapi so far sukaaa banget berlama lama di Kota Lama :))

      Suka

      1. Beragam sejarah perbangunan di Kota Lama sedang dikumpulkan, biar ketika ada wisatawan datang sudah siap setumpuk “story telling” masing-masing bangunan.

        Ya semoga saja segera terkumpul dengan akurat dan kronologis, jadi kita-kita kan betah kalau main ke Kota Lama…gak cuman foto aja, tapi jadi inget, eh belajar masa lalu….ahaha

        Suka

      2. Benerr, nanti ada guide khusus supaya nggak cuma foto-foto. Duh termasuk saya wkwk.

        Eh tapi bersukariawalk itu punya jadwal rute ke kota lama juga ya. Sebenarnya pengen ikut agar bisa tau cerita-ceritanya. Tapi kemarin di sananya pagi. Untung aja temen saya itu nyeritain beberapa masa lalunya eh masa lalu bangunannya wkwk

        Suka

  3. Wah, seru tuh rutenya, menjelajah Kota Lama. Saya aja suka banget, kebetulan waktu itu diajak explore sana sama temen dan jalan kaki. Asli, sama serunya Mbak.

    Btw, foto di depan Gedung Marba masih bagus ya, bersih dan kabel listriknya belum terlalu semberaut 😂

    Suka

    1. Seperti apapun menikmatinya, jalan kaki bersepeda atau naik motor (tapi parkir dan hasilnya jalan kaki hehe) pasti seru ya. Di antara bangunan bangunan tua yang megah gitu. Wkwk gumunan saya mah.

      Itu kebetulan pas sepi Mbak Liana wkwk

      Suka

  4. Jadi mbak rin tinggalnya di mana? Sampai sekarang saya belum punya kesempatan buat muter-muter kota lama semarang sepagi itu. Kalo hanya lewat sih sering cuma itu sore kalo gak malem. Dan bener-bener cuma lewat, hehe.

    Suka

Tinggalkan komentar